Tidak berbahaya, tiba-tiba memperoleh amplitudo yang sangat besar — tsunami yang dahsyat.
Mari menyelami dasar laut untuk memahami fisika aneh ini.
Di sini, satu lempeng tektonik meluncur di bawah lempeng lainnya. Perhatikan tonjolan pada lapisan atas. Berapa lama gerakan ini akan berlangsung?
Potongan kayu yang tersangkut ini menunjukkan apa yang terjadi. Mari kita terus kencangkan, tetapi setelah beberapa saat… bom!
Mirip dengan percobaan tersebut, dasar laut melepaskan semua energi yang terkumpul dalam waktu singkat. Beginilah cara gelombang tsunami terbentuk.
Jika seluruh lautan bisa dikuras dengan sihir, Anda akan melihat dengan jelas berbagai bagian permukaan bumi. Bagian-bagian tersebut disebut lempeng tektonik.
Permukaan bumi terdiri dari berbagai lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain — tepatnya tujuh lempeng tektonik utama.
Lava cair di inti bumi bersirkulasi terus-menerus karena perpindahan panas secara konvektif. Lempeng tektonik mengapung di inti cair, seperti es mengapung di atas air.
Lempeng-lempeng ini terus bergerak karena gerakan lava yang terus-menerus.
Misalnya, dalam animasi ini, dua lempeng tektonik saling menjauh, dan terbentuklah lembah retakan tektonik atau lembah rift. Lembah Retakan Afrika Timur adalah contoh yang bagus dari jenis gerakan ini.
Sekarang lihat gerakan lempeng tektonik ini. Di sini, lempeng-lempeng tersebut saling bertemu. Interaksi semacam ini bisa mengakibatkan terbentuknya gunung, palung, dan terkadang gunung berapi aktif.
Contoh terbaik dari gerakan konvergen ini adalah Cascades Range di barat laut Amerika Serikat.
Pergerakan lempeng tektonik sangat lambat, hanya beberapa inci per tahun.
Sekarang, pengamatan menarik: tandai titik-titik di semua area rawan gempa bumi di dunia. Anda akan sadar bahwa semuanya terletak di wilayah pertemuan dua lempeng tektonik.
Ya, gerakan relatif antara dua lempeng dan pelepasan energi terkait mengakibatkan gempa bumi.
Gempa bumi yang terjadi di dasar laut bisa menyebabkan tsunami.
Pergerakan lempeng tektonik yang menyebabkan tsunami sangat menarik. Pergerakan ini disebut pergerakan zona subduksi.
Kita sudah melihat jenis pergerakan konvergen ini, tetapi kali ini terjadi di bawah air.
Dalam pergerakan ini, energi regangan terakumulasi di lempeng atas dari waktu ke waktu. Kerak benua terlihat menonjol ke atas, dan lempeng samudra tenggelam di bawahnya.
Hal ini terjadi karena lempeng samudra jauh lebih padat daripada kerak benua. Anda mungkin juga memperhatikan bahwa kerak benua melengkung ke dalam, yang mengakibatkan terbentuknya palung besar di sepanjang batas lempeng.
Lihatlah palung-palung indah yang terbentuk di dasar laut Samudra Pasifik.
Namun, berapa lama akumulasi energi ini berlangsung? Beberapa zona subduksi menyimpan energi selama berabad-abad. Di zona lainnya, energi dilepaskan secara bertahap — peristiwa ini disebut slow slip dan tidak menghasilkan tsunami.
Namun, di wilayah seperti Palung Jepang dan Palung Chili–Peru, energi dilepaskan dalam sepersekian detik. Gempa bumi seperti itu pasti mengakibatkan gelombang tsunami.
Gelombang yang dihasilkan memiliki kecepatan lebih dari 200 km/jam, tetapi hampir tidak terlihat karena amplitudonya rendah.
Gelombang tsunami biasanya memiliki amplitudo kurang dari setengah meter, namun panjang gelombangnya bisa mencapai ratusan kilometer.
Namun ketika gelombang mendekati garis pantai, ceritanya berubah. Apa dampak dari berkurangnya kedalaman air terhadap gelombang?
Ayo kita buat gelombang untuk mencari jawabannya.
Catat waktu yang dibutuhkan gelombang untuk mencapai sisi lain tangki: 1,9 detik.
Tetapi saat kedalaman air menjadi setengah, gelombangnya membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai sisi lainnya.
Mari kita bandingkan: ini berarti ketika kedalaman air berkurang, kecepatan gelombang juga menurun.
Mirip dengan percobaan tersebut, saat gelombang mendekati pantai, kecepatannya berkurang secara signifikan.
Frekuensi gelombang tetap konstan sepanjang proses. Ini berarti gelombang harus memendekkan panjang gelombangnya di wilayah dangkal.
Namun karena total energi tetap konstan, satu-satunya cara mempertahankan energi tersebut adalah dengan meningkatkan amplitudo gelombang.
Fenomena ini disebut pendangkalan gelombang (*wave shoaling*).
Inilah alasan mengapa gelombang tsunami menjadi sangat besar di dekat pantai — gelombang yang bergerak lambat dengan amplitudo tinggi.
Mari menyelami dasar laut untuk memahami fisika aneh ini.
Di sini, satu lempeng tektonik meluncur di bawah lempeng lainnya. Perhatikan tonjolan pada lapisan atas. Berapa lama gerakan ini akan berlangsung?
Potongan kayu yang tersangkut ini menunjukkan apa yang terjadi. Mari kita terus kencangkan, tetapi setelah beberapa saat… bom!
Mirip dengan percobaan tersebut, dasar laut melepaskan semua energi yang terkumpul dalam waktu singkat. Beginilah cara gelombang tsunami terbentuk.
Jika seluruh lautan bisa dikuras dengan sihir, Anda akan melihat dengan jelas berbagai bagian permukaan bumi. Bagian-bagian tersebut disebut lempeng tektonik.
Permukaan bumi terdiri dari berbagai lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain — tepatnya tujuh lempeng tektonik utama.
Lava cair di inti bumi bersirkulasi terus-menerus karena perpindahan panas secara konvektif. Lempeng tektonik mengapung di inti cair, seperti es mengapung di atas air.
Lempeng-lempeng ini terus bergerak karena gerakan lava yang terus-menerus.
Misalnya, dalam animasi ini, dua lempeng tektonik saling menjauh, dan terbentuklah lembah retakan tektonik atau lembah rift. Lembah Retakan Afrika Timur adalah contoh yang bagus dari jenis gerakan ini.
Sekarang lihat gerakan lempeng tektonik ini. Di sini, lempeng-lempeng tersebut saling bertemu. Interaksi semacam ini bisa mengakibatkan terbentuknya gunung, palung, dan terkadang gunung berapi aktif.
Contoh terbaik dari gerakan konvergen ini adalah Cascades Range di barat laut Amerika Serikat.
Pergerakan lempeng tektonik sangat lambat, hanya beberapa inci per tahun.
Sekarang, pengamatan menarik: tandai titik-titik di semua area rawan gempa bumi di dunia. Anda akan sadar bahwa semuanya terletak di wilayah pertemuan dua lempeng tektonik.
Ya, gerakan relatif antara dua lempeng dan pelepasan energi terkait mengakibatkan gempa bumi.
Gempa bumi yang terjadi di dasar laut bisa menyebabkan tsunami.
Pergerakan lempeng tektonik yang menyebabkan tsunami sangat menarik. Pergerakan ini disebut pergerakan zona subduksi.
Kita sudah melihat jenis pergerakan konvergen ini, tetapi kali ini terjadi di bawah air.
Dalam pergerakan ini, energi regangan terakumulasi di lempeng atas dari waktu ke waktu. Kerak benua terlihat menonjol ke atas, dan lempeng samudra tenggelam di bawahnya.
Hal ini terjadi karena lempeng samudra jauh lebih padat daripada kerak benua. Anda mungkin juga memperhatikan bahwa kerak benua melengkung ke dalam, yang mengakibatkan terbentuknya palung besar di sepanjang batas lempeng.
Lihatlah palung-palung indah yang terbentuk di dasar laut Samudra Pasifik.
Namun, berapa lama akumulasi energi ini berlangsung? Beberapa zona subduksi menyimpan energi selama berabad-abad. Di zona lainnya, energi dilepaskan secara bertahap — peristiwa ini disebut slow slip dan tidak menghasilkan tsunami.
Namun, di wilayah seperti Palung Jepang dan Palung Chili–Peru, energi dilepaskan dalam sepersekian detik. Gempa bumi seperti itu pasti mengakibatkan gelombang tsunami.
Gelombang yang dihasilkan memiliki kecepatan lebih dari 200 km/jam, tetapi hampir tidak terlihat karena amplitudonya rendah.
Gelombang tsunami biasanya memiliki amplitudo kurang dari setengah meter, namun panjang gelombangnya bisa mencapai ratusan kilometer.
Namun ketika gelombang mendekati garis pantai, ceritanya berubah. Apa dampak dari berkurangnya kedalaman air terhadap gelombang?
Ayo kita buat gelombang untuk mencari jawabannya.
Catat waktu yang dibutuhkan gelombang untuk mencapai sisi lain tangki: 1,9 detik.
Tetapi saat kedalaman air menjadi setengah, gelombangnya membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai sisi lainnya.
Mari kita bandingkan: ini berarti ketika kedalaman air berkurang, kecepatan gelombang juga menurun.
Mirip dengan percobaan tersebut, saat gelombang mendekati pantai, kecepatannya berkurang secara signifikan.
Frekuensi gelombang tetap konstan sepanjang proses. Ini berarti gelombang harus memendekkan panjang gelombangnya di wilayah dangkal.
Namun karena total energi tetap konstan, satu-satunya cara mempertahankan energi tersebut adalah dengan meningkatkan amplitudo gelombang.
Fenomena ini disebut pendangkalan gelombang (*wave shoaling*).
Inilah alasan mengapa gelombang tsunami menjadi sangat besar di dekat pantai — gelombang yang bergerak lambat dengan amplitudo tinggi.
Akhirnya, gelombang ini menghantam pantai, menimbulkan kehancuran.
Perlu dicatat bahwa dalam gelombang tidak ada gerakan horizontal materi. Jika Anda meletakkan bola-bola di jalur gelombang, mereka hanya akan berosilasi di tempat.
Pembentukan tsunami benar-benar merupakan kekejaman fisika — tidak ada partikel air yang bergerak maju, tetapi karena keadaan, amplitudo gelombang meningkat begitu tinggi hingga menghantam daratan.
Ada kepercayaan populer bahwa jika Anda melihat garis pantai surut drastis, tsunami akan segera terjadi.
Kepercayaan ini ada benarnya: terkadang bagian trough tsunami mencapai pantai terlebih dahulu.
Artinya, Anda akan melihat air laut tiba-tiba surut, dan beberapa detik kemudian puncak tsunami akan menghantam pantai.
Namun perlu dicatat bahwa tidak semua tsunami diawali dengan surutnya garis pantai — terkadang puncak tsunami datang lebih dulu.
Tsunami Samudera Hindia tahun 2004 adalah tsunami paling dahsyat dalam sejarah manusia.
Tsunami ini menjulang lebih dari 30 meter dan menewaskan lebih dari 340.000 orang.
Penyebabnya adalah gempa bumi dahsyat di bawah laut dekat Sumatra, Indonesia, dengan kekuatan 9,1–9,3 skala Richter.
Di Sumatra saja, lebih dari 100.000 orang tewas. Gempa ini terjadi karena lempeng India terdorong ke bawah lempeng Burma, yang secara tiba-tiba mendorong dasar laut ke atas.
Gempa ini berlangsung hampir 10 menit — salah satu yang terlama dalam sejarah. Energi yang dilepaskan setara dengan 23.000 bom atom Hiroshima.
Pergerakan tiba-tiba ini memindahkan sejumlah besar air, menciptakan gelombang raksasa yang menyebar ke seluruh samudra.
Gelombang mencapai 30 meter di beberapa tempat dan bergerak dengan kecepatan hingga 800 km/jam.
Wilayah pesisir dekat episentrum, seperti Indonesia, terkena dalam hitungan menit, sementara wilayah yang lebih jauh seperti India dan Afrika terkena beberapa jam kemudian.
Animasi perbandingan ukuran semua tsunami besar dalam sejarah manusia ditampilkan di sini.
Gempa bumi bawah laut adalah penyebab utama tsunami. Namun ada tiga penyebab lain yang juga dapat memicunya:
1. Letusan gunung berapi bawah laut
Ketika gunung bawah laut meletus, ia bisa meledak atau runtuh, mendorong air ke segala arah dan menciptakan gelombang besar.
2. Tanah longsor di bawah laut atau dekat pantai
Jika batu besar, lumpur, atau es jatuh ke laut secara tiba-tiba, air terdorong dan gelombang tercipta.
3. Benturan benda besar seperti meteorit
Tsunami di Bendungan Vajont terbentuk akibat tanah longsor besar yang menghantam badan air dan menciptakan percikan yang menjadi gelombang raksasa.
Untungnya, tsunami jenis ini sangat jarang terjadi.
Pada tahun 2004, tidak ada sistem peringatan dini tsunami di Samudera Hindia. Tragedi tersebut menjadi peringatan keras bagi seluruh dunia.
Pelampung (buoys) pun diluncurkan untuk mendeteksi perubahan di laut sedini mungkin. Sensor tekanan di dasar laut mendeteksi perubahan permukaan air, mengirimkan data ke pelampung yang dilengkapi antena, dan kemudian ke satelit.
Ingat, pada tahun 2004, gelombang tsunami mencapai Sumatra dalam 20 menit, Thailand dalam 1–2 jam, dan Sri Lanka serta India dalam 2–3 jam.
Jika pelampung DART dapat mengirim informasi lebih cepat dari kecepatan gelombang tsunami, pihak berwenang akan dapat mengevakuasi penduduk tepat waktu.
Pertanyaan besar: Apakah tsunami bisa dicegah?
Jepang percaya bahwa bisa. Setelah gempa dan tsunami tahun 2011, Jepang membangun tanggul laut sepanjang 400 km dengan ketinggian hingga 15 meter.
Sebelum 2011, tingginya hanya 5–10 meter, dan tsunami setinggi 15 meter dengan mudah melampauinya.
Tsunami 2011 juga menghancurkan banyak tanggul laut di sepanjang pantai timur laut Jepang, termasuk tanggul ganda terkenal di Distrik Taro.
Perlu dicatat bahwa sistem peringatan tsunami Jepang awalnya memperkirakan ketinggian hanya 3 meter, dan orang-orang menganggap itu tidak akan melewati tanggul.
Ini menimbulkan pertanyaan penting: jika negara secanggih Jepang saja bisa salah menilai, bagaimana dengan sistem peringatan di bagian dunia lainnya?
Jika Anda merasa video ini bermanfaat, silakan beri like dan komentar, serta berlangganan saluran kami.
Perlu dicatat bahwa dalam gelombang tidak ada gerakan horizontal materi. Jika Anda meletakkan bola-bola di jalur gelombang, mereka hanya akan berosilasi di tempat.
Pembentukan tsunami benar-benar merupakan kekejaman fisika — tidak ada partikel air yang bergerak maju, tetapi karena keadaan, amplitudo gelombang meningkat begitu tinggi hingga menghantam daratan.
Ada kepercayaan populer bahwa jika Anda melihat garis pantai surut drastis, tsunami akan segera terjadi.
Kepercayaan ini ada benarnya: terkadang bagian trough tsunami mencapai pantai terlebih dahulu.
Artinya, Anda akan melihat air laut tiba-tiba surut, dan beberapa detik kemudian puncak tsunami akan menghantam pantai.
Namun perlu dicatat bahwa tidak semua tsunami diawali dengan surutnya garis pantai — terkadang puncak tsunami datang lebih dulu.
Tsunami Samudera Hindia tahun 2004 adalah tsunami paling dahsyat dalam sejarah manusia.
Tsunami ini menjulang lebih dari 30 meter dan menewaskan lebih dari 340.000 orang.
Penyebabnya adalah gempa bumi dahsyat di bawah laut dekat Sumatra, Indonesia, dengan kekuatan 9,1–9,3 skala Richter.
Di Sumatra saja, lebih dari 100.000 orang tewas. Gempa ini terjadi karena lempeng India terdorong ke bawah lempeng Burma, yang secara tiba-tiba mendorong dasar laut ke atas.
Gempa ini berlangsung hampir 10 menit — salah satu yang terlama dalam sejarah. Energi yang dilepaskan setara dengan 23.000 bom atom Hiroshima.
Pergerakan tiba-tiba ini memindahkan sejumlah besar air, menciptakan gelombang raksasa yang menyebar ke seluruh samudra.
Gelombang mencapai 30 meter di beberapa tempat dan bergerak dengan kecepatan hingga 800 km/jam.
Wilayah pesisir dekat episentrum, seperti Indonesia, terkena dalam hitungan menit, sementara wilayah yang lebih jauh seperti India dan Afrika terkena beberapa jam kemudian.
Animasi perbandingan ukuran semua tsunami besar dalam sejarah manusia ditampilkan di sini.
Gempa bumi bawah laut adalah penyebab utama tsunami. Namun ada tiga penyebab lain yang juga dapat memicunya:
1. Letusan gunung berapi bawah laut
Ketika gunung bawah laut meletus, ia bisa meledak atau runtuh, mendorong air ke segala arah dan menciptakan gelombang besar.
2. Tanah longsor di bawah laut atau dekat pantai
Jika batu besar, lumpur, atau es jatuh ke laut secara tiba-tiba, air terdorong dan gelombang tercipta.
3. Benturan benda besar seperti meteorit
Tsunami di Bendungan Vajont terbentuk akibat tanah longsor besar yang menghantam badan air dan menciptakan percikan yang menjadi gelombang raksasa.
Untungnya, tsunami jenis ini sangat jarang terjadi.
Pada tahun 2004, tidak ada sistem peringatan dini tsunami di Samudera Hindia. Tragedi tersebut menjadi peringatan keras bagi seluruh dunia.
Pelampung (buoys) pun diluncurkan untuk mendeteksi perubahan di laut sedini mungkin. Sensor tekanan di dasar laut mendeteksi perubahan permukaan air, mengirimkan data ke pelampung yang dilengkapi antena, dan kemudian ke satelit.
Ingat, pada tahun 2004, gelombang tsunami mencapai Sumatra dalam 20 menit, Thailand dalam 1–2 jam, dan Sri Lanka serta India dalam 2–3 jam.
Jika pelampung DART dapat mengirim informasi lebih cepat dari kecepatan gelombang tsunami, pihak berwenang akan dapat mengevakuasi penduduk tepat waktu.
Pertanyaan besar: Apakah tsunami bisa dicegah?
Jepang percaya bahwa bisa. Setelah gempa dan tsunami tahun 2011, Jepang membangun tanggul laut sepanjang 400 km dengan ketinggian hingga 15 meter.
Sebelum 2011, tingginya hanya 5–10 meter, dan tsunami setinggi 15 meter dengan mudah melampauinya.
Tsunami 2011 juga menghancurkan banyak tanggul laut di sepanjang pantai timur laut Jepang, termasuk tanggul ganda terkenal di Distrik Taro.
Perlu dicatat bahwa sistem peringatan tsunami Jepang awalnya memperkirakan ketinggian hanya 3 meter, dan orang-orang menganggap itu tidak akan melewati tanggul.
Ini menimbulkan pertanyaan penting: jika negara secanggih Jepang saja bisa salah menilai, bagaimana dengan sistem peringatan di bagian dunia lainnya?
Jika Anda merasa video ini bermanfaat, silakan beri like dan komentar, serta berlangganan saluran kami.